Photobucket

aku lg liatin papa ma mama !!!

PhotobucketPhotobucketPhotobucket

tuh aku suka okok-okok...enak sih !!! hehehehe....

PhotobucketPhotobucketPhotobucket Photobucket PhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucket Photobucket

Mikha In Action

eit ini aku lg bersandar di bantal lho..yah... hore aku udah bisa tengkurap ayo sini..sapa dekat aku peluk Photobucket Photobucket Photobucket nih aku lg serius..diem semua ya

Jumat, 13 Maret 2009

Famili is the best GIFT for us

"Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga.” (Yoh 3:27)

Waktu saya mendengar kisah anak ini, saya termenung lama sekali. Tidak menyangka bahwa dalam keluarga yang menurut pandangan saya berasal dari keluarga yang baik-baik dan sangat terpenuhi segala kebutuhannya, tapi ternyata jauh di dalamnya terdapat masalah yang sangat kompleks. Bahkan saya sekarang bisa merasakan ada perasaan tidak aman dan merasa kurang dihargai yang semakin jelas dari segala perilaku anak ini.

Jangan salah sangka dulu, anak ini rajin sekali ke gereja, bahkan dia juga melayani setiap Minggu. Tapi ketika saya berbicara banyak dengan dia, saya baru mendengar betapa kecewanya dia pada Tuhan dan menyalahkan Dia untuk keberadaannya di dunia ini, dan menaruhnya di dalam keluarga ini. Tidak sedikitpun ucapan syukur yang saya dengar dari semua yang dia miliki. Saya menarik nafas panjaaaaang tanpa tahu harus mengucapkan apa ketika dia mengeluarkan isi hatinya pada saya. Tuhan....berikan saya hikmat agar dapat mengeluarkan nasehat yang baik dan tepat dan bijak untuk dia. Itu doa saya saat itu juga dalam hati. Sungguh, saya tahu betul kalau tanpa pertolongan Roh Kudus tidak mungkin saya bisa menjawab dengan tepat dan menenangkan anak itu.



Dia ada di gereja karena sejak kecil dia diajak oleh orang tuanya ke gereja. Dia melayani karena teman-temannya melayani, jadi dia merasa harus melayani juga. Dia menikmati semua itu, tapi dia tidak tahu untuk apa sesungguhnya dia melayani. Dia hanya senang melakukannya, itu saja. Bisa tampil di depan, melakukan sesuatu, itu sangat menyenangkan. Dan di luar itu, rupanya dia juga sedang menunggu sang ayah dapat memuji apa yang dia lakukan. Dia haus sekali akan pengakuan ayahnya pada semua hal baik yang dia lakukan. Sebuah penghargaan melalui ucapan sudah sangat lebih dari cukup. Ia cuma mau dengar kalau ayahnya bangga pada apa yang dia lakukan. Tidak lebih. Ya Tuhan...sangat sederhana sebetulnya. Tapi sang ayah tidak pernah menangkap isi hatinya ini, karena beliau orang yang sangat sibuk, dan semua perhatiannya sudah keburu tertutup oleh hal-hal yang jauh lebih penting menurut ukurannya. Dan anak ini menganggap bahwa dari semua yang penting itu, dirinya tidak ada dalam urutan itu. Sangat menyedihkan.......

Seringkali kita pikir bahwa segala materi yang kita cari dan kita berikan pada keluarga kita itu sudah lebih dari cukup. Padahal itu bukan jaminan sebuah kebahagiaan. Kisah klise memang, tapi herannya sekalipun kita tahu hal ini, tetap saja seringkali orang terjebak di dalamnya, dan tetap dengan pemikiran bahwa kalau dia tidak berusaha lebih, maka tidak mungkin bisa memelihara semua yang dia miliki itu. Persis seperti Tuhan katakan, di mana hartamu berada, di situ hatimu berada. Dan karena kebanyakan orang lebih menaruh hatinya di hartanya, maka itulah yang terjadi.

Saya merenungkan juga untuk hal ini lamaaaaaa sekali. Mengapa ya orang begitu stress dalam bekerja dan dalam memelihara semua harta miliknya? Saya meng-introspeksi diri saya sendiri untuk hal ini. Saya pernah berada dalam situasi tersebut. Bukan karena kekurangan, tapi ternyata justru karena saya takut bahwa apa yang saya miliki itu berkurang dari jumlah yang ada hari ini. Ya...itulah tepatnya. Dan saya yakin itu juga yang terjadi pada setiap orang. Semua orang pasti takut jika apa yang ada sekarang menjadi berkurang jumlahnya dari hari ini.

Terkadang saya tersenyum sendiri ketika saya mengingat bagaimana saya pernah begitu puyeng berpikir bagaimana caranya membeli sesuatu yang memang saya perlukan pada saat itu. Kalau melihat tabungan saya, sebetulnya saya bisa membelianya, tapi memang kalau begitu dibelikan barang ini, maka nilai itu hanya tinggal sedikiiiiiiit sekali atau nyaris tak bersisa. Dan ketika saya menyadari hal itu, saya jadi tidak tenang dan stress. Kenapa stress? Karena saya perlu sekali barang tersebut, tapi saya juga tidak mau kehilangan tabungan saya. Itulah masalah sebenarnya....saya tidak mau kehilangan apa yang saya punya sekarang sementara dilain pihak saya membutuhkan barang itu. Jadinya saya tertekan sekali. Mungkin anda yang pernah mengalaminya akan sedikit setuju dengan saya. Tapi kalau anda yang bisa melihat dari kacamata yang lain mungkin akan mentertawakan saya. ‘Wah...masak sih begitu aja bingung? Bukannya lebih bingung kalau uangnya tidak ada sama sekali?’ Mungkin itu yang ada dalam pikiran anda. Ya....sebenarnya itu benar-benar BENAR.

Tapi itulah yang terjadi pada banyak orang. Tekanan yang muncul seringkali bukan dari orang lain, tapi dari diri sendiri. Kita terlalu khawatir bahwa kalau kita keluarkan itu, maka itu sama artinya dengan kita akan kehilangan simpanan yang menjadi ‘jaminan keamanan’ kita di masa depan. Itulah yang saya alami juga. Dan hasilnya? Pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana caranya supaya saya bisa mendapatkan barang itu sembari tidak mengurangi simpanan saya itu. Anda setuju? Mungkin sebagian dari anda sedang mengalaminya juga. Tapi mudah-mudahan apa yang saya bagikan hari ini akan menolong anda untuk keluar dari batasan yang anda buat itu.

Sadarkah anda bahwa sebanyak apapun harta atau tabungan yang kita miliki, bahkan seandainya kita bisa memiliki banyak perusahaan pun, maka seluruh nilainya itu pasti masih bisa kita tuliskan dengan seberapapun jumlah digit angka tersebut. Dan ketika selesai menuliskan angka tersebut maka anda akan setuju denga saya bahwa semuanya itu artinya masih bisa dihitung dan disebutkan nilainya. Artinya, semua itu masih sangat terbatas. Ya, sangat terbatas sejauh digit itu ada. Dan semakin besar nilai yang anda punya, tanpa sadar kita akan membuat pagar yang semakin tebal. Mengapa begitu? Karena kita tidak mau kehilangan sedikitpun dari apa yang sudah menjadi milik kita. Akhirnya kita terjebak dengan satu pemikiran bahwa kalau kita tidak bekerja keras, maka semua yang kita miliki itu akan habis. Inilah letak jebakan itu. Kita mulai bersandar pada kekuatan sendiri, dan menganggap bahwa semua itu adalah hasil usaha kita dan bukan berasal dari Tuhan.

"Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga.” (Yoh 3:27) Ketika saya membaca ayat ini, saya tertegun dan merenungkan banyak hal dalam hidup saya :

1. Saya jadi menyadari siapa saya dan seberapa besar kemampuan saya.

Bukannya saya tidak tahu bahwa Tuhanlah yang memberi berkat, tapi seringkali saya berpikir bahwa kalau saya mengeluarkan tenaga lebih banyak, maka hasil yang akan saya peroleh pun makin banyak. Tapi kalau kita baca ayat ini, maka kita akan menyadari bahwa semua yang kita dapat itu, bukan karena kemampuan kita, tapi karena ada yang mengirimkannya dan mengijinkankan kita memperolehnya. Dan kalau mau jujur, seringkali saya sendiri terheran-heran dengan apa yang saya peroleh. Rasanya, kalau dihitung dari sudut manapun, tidak ada sedikitpun kemampuan yang begitu hebatnya dari saya yang memungkinkan untuk kita bisa mendapatkannya. Sungguh, kalau bukan kasih karunia Tuhan, tidak mungkin semua itu saya terima.



2. Kalau ada yang harus saya lakukan adalah bukan bekerja keras untuk mendapatkan hasil, tapi bekerja keras untuk mencari isi hatiNya Tuhan.

Ya...kalau kita mau menarik garis yang lebih panjang, maka kita akan menjadi tahu apa yang harus kita perbuat. Hmmm...anda pasti tahu istilah ABS bukan ? Asal Bapak Senang. Ya, istilah itu sering digunakan dengan konotasi negatif untuk seorang yang sering berusaha menjilat atasannya. Melakukan apa saja dengan berbagai cara, yang penting adalah supaya atasannya senang, dengan tujuan supaya gajinya atau posisinya bisa naik. Dan kenyataannya di berbagai perusahaan memang sistem ini berlaku dan berhasil. Khususnya bagi mereka yang tidak mengenal Tuhan.

Tapi setelah kita mengerti Firman Tuhan tadi maka saya yakin anda akan setuju bahwa segala sesuatunya berawal dari Tuhan. Anda baca baik-baik ayat firman tadi. Baca perlahan-lahan bersama dengan saya. “Tidak ada seorangpun.....” artinya tidak ada seorangpun...tidak anda juga tidak saya atau siapapun....”..yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya....” termasuk keluarga yang kita miliki...suami atau isteri atau anak-anak...pekerjaan kita, segala yang kita punya... “kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga”. Allah yang mempunyai inisiatif awal untuk memberikannya kepada kita. Segala sesuatu berawal dari Dia sendiri. Nah, kalau kita menyadari hal ini, maka kita akan tahu siapa yang harus kita senangkan. Dan ketika anda melakukannya dengan segenap hati, seharusnya tidak ada hal yang tidak mungkin lagi bagi anda dan saya dapatkan dalam hidup ini.



3. Penilaian yang digunakan bukan lagi penilaian manusia tapi penilaian dari Tuhan.

Bukan berarti kalau kita tahu bahwa semua itu berasal dari Tuhan, maka sekarang kita tidak perlu bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh. Justru kita harus lebih baik lagi dari sebelumnya karena yang menjadi standar penilaian itu bukan lagi dari orang sekitar kita, tapi dari Tuhan sendiri. Tentunya hal ini jauh lebih tinggi dari semua standar yang ada. Pastikan bahwa kita melakukan apa yang Tuhan sukai sesuai standarnya Dia. Rasanya, tidak ada hukum yang lebih tinggi dari hukumNya Tuhan. Kalau kita berhasil melakukan sesuai dengan hukum tersebut, maka saya yakin itu artinya sudah memenuhi setiap tuntutan dari hukum manapun. Allah mempunyai penilaian untuk setiap kita, tugas kita hanya melakukan apa yang terbaik dalam memenuhi standar itu. Dan benar seperti yang Alkitab katakan bahwa Mazmur 127:2 “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah—sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Ijinkan Tuhan melakukan penilaian itu, dan Dia dengan adil dan setia akan memberikan semua berkat itu sesuai dengan takaran yang pas. Dia tidak pernah salah dalam hal ini. Percayalah.





Kalau kita mengerti semua hal ini dengan baik, pada akhirnya saya berharap bahwa kita semua menyadari, bahwa hidup kita ini jauh lebih berharga dari apapun juga. Keluarga kita jauh lebih berharga dari semua materi yang kita kejar. Anak-anak kita jauh lebih berharga untuk diperhatikan...lebih dari apapun juga. Itulah sesungguhnya berkat yang terbesar di atas segala yang lain. Senyuman mereka, pelukan mereka, ciuman mereka, celoteh mereka, kasih sayang mereka, perhatian mereka, sentuhan mereka, jauuuuuhhh jauuuuh lebih berharga dari apapun juga yang kita miliki di dunia ini. I love my family so much. I love my boys. They are really a treasure for me.

Kalau untuk semua berkat itu Tuhan sudah sediakan dengan baik, mengapa kita harus menelantarkan yang satu ini hanya untuk mengejar yang lain yang sifatnya lebih sementara?

Ayo, kita palingkan muka kita dan menatap mata mereka yang menantikan anda untuk punya waktu bagi mereka, paling tidak untuk mendengarkan celoteh mereka, bercengkerama dengan mereka, mendengarkan keluh kesah mereka, dan bermain bersama, makan bersama, apapun juga yang anda berikan bagi mereka dengan sepenuh hati. Ketulusan dan kasih sayang...Cuma itu yang diperlukan dalam hal ini. Berikan waktu yang terbaik, berikan pujian yang tulus untuk mereka, dan mereka akan bertumbuh menjadi anak yang sehat, penuh percaya diri dan cerdas. They will see God through our life. Trust me for this.

Uuuups...cukup panjang yang saya uraikan hari ini, dan memang inilah isi hati Tuhan yang saya percaya ingin dibagikan kepada anda semua. Betapa pentingnya kita menjaga dan melayani anak-anak kita, karena merekalah yang akan menjadi penerus kita untuk menjadi saksiNya di kemudian hari. Kalau mereka tidak melihat cerminan Tuhan dari hidup orang tuanya, dari siapa lagi yang bisa meyakinkan mereka bahwa Tuhan itu sungguh hidup dan penuh dengan kasih? Don’t do it just for our sake, but for the sake of God’s name....amin.



By : Ps. Sariwati Goenawan – IFGF GISI Bandung