Photobucket

aku lg liatin papa ma mama !!!

PhotobucketPhotobucketPhotobucket

tuh aku suka okok-okok...enak sih !!! hehehehe....

PhotobucketPhotobucketPhotobucket Photobucket PhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucket Photobucket

Mikha In Action

eit ini aku lg bersandar di bantal lho..yah... hore aku udah bisa tengkurap ayo sini..sapa dekat aku peluk Photobucket Photobucket Photobucket nih aku lg serius..diem semua ya

Jumat, 13 Maret 2009

Cinta Kasih di Hati Manusia

Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan
Matrena. Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat sepatu. Meskipun
hidupnya tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang mensyukuri
hidupnya yang pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup lebih
miskin daripada Simon. Banyak orang-orang itu yang malah berhutang
padanya. Kebanyakan berhutang ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di
Rusia sangat dingin sehingga kepemilikan sepatu dan mantel merupakan
hal yang mutlak jika tidak mau mati kedinginan.

Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel
mereka sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya
3 rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling
murah harganya 5 rubel. Maka Matrena meminta pada suaminya untuk
menagih hutang orang-orang yang telah mereka buatkan sepatu. Maka
Simon pun berangkat pergi menagih hutang. Tapi tak satupun yang
membayar. Dengan sedih Simon pulang. Ia batal membeli mantel.



Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia
melihat sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar
gereja. Orang itu tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat
kedinginan.

Simon ketakutan, "Siapakah dia? Setankah? Ah, daripada terlibat
macam-macam lebih baik aku pulang saja". Simon bergegas mempercepat
langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau orang
itu tiba-tiba mengejarnya.

Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata, "HAI SIMON, TAK
MALUKAH KAU? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG,
SEDANGKAN ORANG ITU TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA
BEGITU SAJA?"

Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu
bersandar. Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang
wajahnya sungguh tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan.
Badannya terlihat lemas dan tidak berdaya, namun sorot matanya
menyiratkan rasa terima kasih yang amat sangat ketika Simon memakaikan
mantel luarnya kepada orang itu dan memapahnya berdiri. Ia tidak bisa
menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan-pertanyaan Simon, sehingga
Simon memutuskan untuk membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Matrena marah sekali karena Simon tidak membawa
mantel baru dan membawa seorang pria asing. "Simon, siapa ini? Mana
mantel barunya? "

Simon mencoba menyabarkan Matrena, "Sabar, Matrena.... dengar dulu
penjelasanku. Orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi
kuajak sekalian pulang".

"Bohong!! Aku tak percaya....sudahlah , pokoknya aku tak mau dengar
ceritamu! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang
segala!! Usir saja dia!!"
"Astaga, Matrena! Jangan berkata begitu, seharusnya kita bersyukur
karena kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang ini
telanjang dan kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih?
"Matrena menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba. Lalu
disiapkannya makan malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat.
"Silakan makan, hanya sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan
darimana asalmu? Bagaimana ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja?"

Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya. Mukanya berseri dan ia
tersenyum untuk pertama kalinya. "Namaku Mikhail, asalku dari jauh.
Sayang sekali banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba
saatnya aku boleh menceritakan semua yang kalian ingin ketahui tentang
aku. Aku akan sangat berterima kasih kalau kalian mau menerimaku
bekerja di sini."

"Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil. Aku takkan sanggup
menggajimu", demikian Simon menjawab.

Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan
kerja tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur."

"Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai bekerja".

Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka bertanya-tanya.

"Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu? Bagaimana jika
Mikhail itu ternyata buronan?" Matrena bertanya dengan gelisah pada Simon.

Simon menjawab, "Sudahlah Matrena. Percayalah pada pengaturan Tuhan.
Biarlah ia tinggal di sini.Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata
ia berperilaku tidak baik, segera kuusir dia".

Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki
sepatu. Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan
membuat pola serta menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru
tiga hari belajar, Mikhail sudah bisa membuat sepatu lebih baik dan
rapi daripada Simon.

Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan
Mikhail yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari desa-desa yang
penduduknya kaya. Simon tidak lagi miskin. Keluarga itu sangat
bersyukur karena mereka sadar, tanpa bantuan tangan terampil Mikhail,
usaha mereka takkan semaju ini.

Namun mereka juga terus bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya
Mikhail ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru
sekali saja ia tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail
makan. Namun meski tanpa senyum, muka Mikhail selalu berseri sehingga
orang tak takut melihat wajahnya.

Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi
besar, galak dan terlihat kejam. "Hai Simon, Aku minta dibuatkan
sepatu yang harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu
itu rusak sebelum setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk
dipenjarakan! ! Ini, kubawakan kulit terbaik untuk bahan sepatu. Awas,
hati-hati ini kulit yang sangat mahal!"

Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba
tersenyum. Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama
kalinya tersenyum.

Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja
hendak menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia
menerima pesanan itu.

Simon berkata, "Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu. Aku
sudah mulai tua. Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu
semahal ini. Hati-hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita
berdua masuk penjara.."

Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya
Simon. "Astaga, Mikhail, kenapa kau buat sepatu anak-anak? Bukankah
yang memesan itu orangnya tinggi besar? Celaka, kita bisa masuk
penjara karena...."

Belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya. "Majikanku
sudah meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit, istri
majikanku minta dibuatkan sepatu anak-anak saja".

"Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan. Silakan bayar ongkosnya pada
Simon", Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada pelayan itu. Pelayan
itu terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu
tentang pesanan sepatu anak-anak itu.

Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali
pada dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena
tak pernah berani menyinggung- nyinggung soal asal usul Mikhail karena
takut ia akan meninggalkan mereka.

Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang
salah satu kakinya pincang! Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak
itu. Simon heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram,
padahal biasanya tidak pernah begitu.

Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, "Mengapa
salah satu dari si kembar ini kakinya pincang?"

Ibu itu menjelaskan, "Sebenarnya mereka bukan anak kandungku. Mereka
kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal
belum lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka
yang sudah meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak
ini Itu sebabnya ia pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat
mereka seperti anakku sendiri."

"Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu
saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya", kata Matrena.

Mendengar itu, Mikhail kembali berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga
kalinya. Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh
tubuhnya. Sesudah tamu-tamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan
Simon dan Matrena sambil berkata, "Maafkan semua kesalahan yang pernah
kuperbuat, apalagi telah membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan
asal usulku. Aku dihukum Tuhan, tapi hari ini Tuhan telah mengampuni
aku. Sekarang aku mohon pamit."

Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, "Nanti dulu Mikhail,
tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini?"

Mikhail menjawab sambil terus tersenyum, "Sebenarnya aku adalah adalah
satu malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku
menjemput nyawa ibu kedua anak tadi. Aku sempat menolak perintah Tuhan
itu tapi kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggap Tuhan kejam.
Belum lama mereka ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus
meninggalkan mereka juga. Dalam perjalanan ke surga, Tuhan mengirim
badai yang menghempaskanku ke bumi. Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan
sendiri. Tuhan berkata padaku, 'MIKHAIL, TURUNLAH KE BUMI DAN PELAJARI
KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI:

PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA?
KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA?
KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA?'

"Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon
menemukan dan membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak
mengusir aku, kulihat maut dibelakangnya. Seandainya ia jadi
mengusirku, ia pasti mati malam itu. Tapi Simon berkata, "Tidakkah di
hatimu ada sedikit belas kasih?" Matrena jatuh iba dan memberi aku
makan. Saat itulah aku tahu kebenaran pertama:

"YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH BELAS KASIH"
"Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun
sambil marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya. Ia tidak tahu
ajalnya sudah dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah
aku tahu kebenaran kedua:

"MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA
ADA DI TANGAN TUHAN"
"Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi. Ibu
kandung si kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut
nyawanya. Dan aku melihat si kembar dirawat dengan baik oleh ibu
lain. Aku tersenyum untuk ketiga kalinya dan kali ini tubuhku
bercahaya. Aku tahu kebenaran yang ketiga:

"MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN
DAPAT HIDUP TANPA TUHANNYA."
Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah
mengetahui ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku. Semoga
kasih Tuhan senantiasa menyertai kalian sepanjang hidup."
Mikhail akhirnya kembali ke surga.